Syarat-syarat perkawinan yang harus semua pria lajang dan wanita lajang tahu sebelum mereka hendak melakukan pernikahan. Karena salah-salah nanti mereka melanggarnya dan pernikahan mereka bisa dibatalkan. Syarat-syarat perkawinan sudah di atur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jadi kalau kita melakukan kesalahan bisa jadi kita nanti di tuntut oleh orang yang merasa di rugikan, so.... sebelum bertindak... pelajari dulu peraturannya.
Syarat-Syarat Perkawninan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dicantumkan pada buku ke satu tentang orang, Bab ke empat, bagian ke satu tentang perkawinan mulai dari pasal 27 sampai 49. woooow.... ada 22 pasal, banyaaaaknyaaaaaa..... hehhehehe......
Pada postingan kali ini, saya tidak akan menulisnya satu persatu dengan lengkap isi pasal, karena itu saya hanya akan mengambil inti-intinya saja, jika teman-teman ingin mengetahui isi pasalnya dengan lekap.. silahkan beli Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di toko-toko buku terdekat.. hehhehhe... peace...
Tentang Syarat-Syarat dan Segala Sesuatu yang harus di Penuhi Supaya Dapat Berkawin
(tak berlaku bagi golongan timur asing, lain daripada Tiong Hoa, berlaku bagi golongan Tiong Hoa)
Pasal
27. Dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya.
28. Asas perkawinan menghendaki adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami-istri.
29. Seorang jejaka yang belum mencapai genap 18 tahun, sepertipun seorang gadis yang belum genap mencapai umur genap 15 tahun, tak diperbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan. Sementara itu, dalam hal adanya alasan-alasan yang penting, Presiden berkuasa meniadakan larangan ini dengan memberikan dispensasi.
30. Perkawinan dilarang antara mereka, yang mana yang satu dengan yang lain bertalian keluarga dalam garis lurus ke atas dan ke bawah, baik karena kelahiran yang sah, maupun tak sah, atau karena perkawinan dan dalam garis menyimpang, antara saudara laki-laki dan saudara perempuan, sah atau tidak sah.
31. Prekawinan dilarang juga:
1e. antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas dasar ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh Hakim kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain;
2e. antara paman dan atau paman orang tua dengan kemenakan perempuan kemenakan, demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dengan kemenakan laki-laki kemenakan, yang sah atau tidak sah.
Dalam hal adanya alasan-alasan yang penting, Presiden berkuasa meniadakan larangan termuat dalam pasal ini dengan memberikan dispensasi.
Pasal 32
Seseorang yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zina, sekali-kali tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinanya itu.
Pasal 33
Antara orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan Pasal 199 nomor 3° atau 4°, tidak diperbolehkan untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan dalam daftar Catatan Sipil. Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang yang sama dilarang.
Pasal 34
Seorang perempuan tidak diperbolehkan melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau jangka waktu tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang terakhir.
Pasal 35
Untuk melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua orang tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dan mereka memberi izin dan yang lainnya telah dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu, maka Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya, berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat beserta keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang tua telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dan orang tua yang lain.
Pasal 36
Selain izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak sah yang belum dewasa memerlukan juga izin dan wali mereka, bila yang melakukan perwalian adalah orang lain daripada bapak atau ibu mereka; bila izin itu diperbolehkan untuk kawin dengan wali itu atau dengan salah satu dan keluarga sedarahnya dalam garis lurus, diperlukan izin dan wali
pengawas.
Bila wali atau wali pengawas atau bapak atau ibu yang telah dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya, maka berlakulah alinea kedua pasal yang lalu, asalkan orang tua yang tidak dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwaliannya atas anaknya telah memberikan izin itu.
Pasal 37
Bila bapak atau ibu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak mereka, maka mereka masing-masing harus digantikan oleh orang tua mereka, sejauh mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan yang sama.
Bila orang lain daripada orang-orang yang disebut di atas melakukan perwalian atas anak-anak di bawah umur itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu, si anak memerlukan lagi izin dari wali atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau wali pengawas, sesuai dengan perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua Pasal 35 berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu atau
alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau lebih tidak menyatakan
pendiriannya.
Pasal 38
Bila bapak dan ibu serta kakek dan nenek si anak tidak ada, atau bila mereka semua berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka, anak sah yang masih di bawah umur tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali pengawasnya.
Bila baik wali maupun wali pengawas, atau salah seorang dari mereka, menolak untuk memberi izin atau tidak menyatakan pendirian, maka Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak yang masih di bawah umur, atas permohonannya berwenang memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali, wali pengawas dan keluarga
sedarah atau keluarga semenda.
Pasal 39
Anak luar kawin yang diakui sah, selama masih di bawah umur, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin bapak dan ibu yang mengakuinya, sejauh kedua-duanya atau salah seorang masih hidup dan tidak berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka.
Bila semasa hidup bapak atau ibu yang mengakuinya orang lain yang melakukan perwalian atas anak itu, maka harus pula diperoleh izin dari wali itu atau dan wali pengawas bila izin itu diperlukan untuk perkawinan dengan wali itu sendiri atau dengan salah seorang dan keluarga sedarah dalam garis lurus.
Bila terjadi perselisihan pendapat antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea pertama dan kedua, dan salah seorang atau lebih menolak memberi izin itu, maka Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang di bawah umur itu, atas permohonan si anak, berkuasa memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau memanggil
dengan sah mereka yang izinnya diperlukan. Bila baik bapak ataupun ibu yang mengakui anak di bawah umur itu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, diperlukan izin dari wali dan wali pengawas.
Bila kedua-duanya atau salah seorang menolak untuk memberi izin, atau tidak menyatakan pendirian, maka berlaku Pasal 38 alinea kedua, kecuali apa yang ditentukan di situ mengenai keluarga sedarah atau keluarga semenda.
Pasal 40
Anak tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali atau wali pengawas, selama ia masih di bawah umur. Bila kedua-keduanya, atau salah seorang, menolak untuk memberikan izin atau untuk menyatakan pendirian, Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di bawah umur itu, atas permohonannya, berkuasa
memberikan izin untuk itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali atau wali pengawas si anak.
Pasal 41
Penetapan-penetapan Pengadilan Negeri dalam hal-hal yang termaksud dalam enam pasal yang lalu, diberikan tanpa bentuk hukum acara. Penetapan-penetapan itu, baik yang mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat dimohonkan banding.
Mendengar mereka yang izinnya diperlukan seperti yang termaksud dalam enam pasal yang lalu. bila mereka bertempat tinggal di luar kabupaten tempat kedudukan pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal atau tempat kedudukan mereka, Pengadilan Negeri mi akan menyampaikan berita acaranya kepada Pengadilan Negeri
yang disebut pertama. Pemanggilan mereka yang izinnya diperlukan. dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 tentang keluarga sedarah dan keluarga semenda.
Mereka yang disebut pertama, ataupun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan diri dengan cara seperti yang tercantum dalam Pasal 334.
Pasal 42
Anak sah yang telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh tahun, juga wajib untuk memohon izin bapak dan ibunya untuk melakukan perkawinan. Bila ia tidak memperoleh izin itu, Ia boleh memohon perantaraan Pengadilan Negeri tempat tinggalnya dan dalam hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
Pasal 43
Dalam waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang lain jika dianggap perlu oleh Pengadilan Negeri, terhitung dari hari pengajuan surat permohonan itu, Pengadilan harus berusaha menghadapkan bapak dan ibu, beserta anak itu, agar dalam suatu sidang tertutup kepada mereka diberi penjelasan-penjelasan yang dianggap berguna oleh pengadilan demi
kepentingan masing-masing. Mengenai pertemuan pihak-pihak tersebut harus dibuat berita acara tanpa mencantumkan alasan-alasan yang mereka kemukakan.
Pasal 44
Bila baik pihaknya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan dapat dilangsungkan dengan penunjukan akta yang memperlihatkan ketidakhadiran itu.
Pasal 45
Bila anak itu tidak hadir, maka perkawinannya tidak dapat dilaksanakan, kecuali sesudah permohonan diajukan sekali lagi untuk perantaraan pengadilan.
Pasal 46
Bila, sesudah anak itu dan kedua orang tuanya atau salah satu orang tua hadir, kedua orang tua itu atau salah seorang tetap menolak, maka perkawinan tidak boleh dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan terhitung dari hari pertemuan itu.
Pasal 47
Ketentuan-ketentuan dalam lima pasal terakhir ini juga berlaku untuk anak tak sah terhadap bapak dan ibu yang mengakuinya.
Pasal 48
Sekiranya kedua orang tua atau salah satu tidak berada di Indonesia, Presiden berkuasa memberi dispensasi dan kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 47
Pasal 49
Dalam pengertian ketidakmungkinan bagi para orang tua atau para kakek nenek untuk memberi izin kepada anak di bawah umur untuk melakukan perkawinan, dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal 35,37 dan 39, sekali-kali tidak termasuk ketidakhadiran terus-menerus atau sementara di Indonesia.
semoga bermanfaat....
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Hukum
dengan judul Syarat - Syarat Perkawinan dalam KUH Perdata. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://pondok-an.blogspot.com/2014/07/syarat-syarat-perkawinan-dalam-kuh.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown - Senin, 21 Juli 2014
Belum ada komentar untuk "Syarat - Syarat Perkawinan dalam KUH Perdata"
Posting Komentar